Burung Di Kalimantan Utara
BURUNG RANGKONG YANG DIHORMATI DI KALIMANTAN
Tidak hanya di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, yang menjadi rumah bagi burung rangkong yang luar biasa menarik itu, Tim pemantauan kami di Pulau Juq Kehje Swen, sekitar 10 kilometer dari hutan Kehje Sewen, juga menemukan burung rangkong bersarang di sana. Pulau Juq Kehje Swen adalah pulau berhutan seluas 82,84 hektar hasil kerja sama dan yang melibatkan BOS Foundation dan PT. Nusaraya Agro Sawit (NUSA). Pulau itu dimanfaatkan untuk menampung orangutan yang tengah menjalani tahap pra-pelepasliaran.
Burung rangkong, juga dikenal dengan nama enggang atau julang ini masuk dalam suku Bucerotidae. Nama ilmiah ‘buceros’ merujuk pada paruh yang bentuknya menyerupai tanduk sapi dalam bahasa Yunani. Cara termudah mengidentifikasi rangkong adalah dari paruhnya yang besar, bentuknya khas, dan warnanya mencolok. Ciri khas lain burung ini adalah tubuhnya besar, teriakan nyaring dan kepak sayap yang keras saat terbang melintas.
Saat sedang melakukan kegiatan mengamati orangutan, tim kami sempat menemukan beberapa jenis burung rangkong di pulau, yaitu rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris), kangkareng hitam (Antracoceros malayanus), julang emas (Aceros undulatus), julang jambul hitam (Aceros corrugatus) dan enggang klihingan (Anorrhinus galeritus).
Burung rangkong tak hanya berperan penting menjaga kualitasi ekosistem hutan, mereka juga terhubung erat dengan budaya Dayak. Bagi orang Dayak, rangkong adalah perlambang kesucian, kekuasaan, dan kekuatan. Ini tergambar jelas dalam seni tari tradisional Dayak yang banyak dihiasi oleh bulu burung rangkong.
Masyarakat Dayak juga percaya mereka bisa berkomunikasi dengan leluhur melalui perantaraan rangkong, dan bahwa roh pelindung Pulau Kalimantan berwujud rangkong raksasa legendaris yang dikenal sebagai Panglima Burung.
Burung besar ini memang tidak bisa dipisahkan dengan tradisi dan budaya masyarakat Dayak!
Foto Burung Di Kalimantan Utara
- Burung rangkong termasuk hewan langka yang dilindungi. Di ekowisata Hutan Meranti, Kalimantan Selatan, burung ini terawat dengan baik.Burung langka dan dilindungi bisa kamu temukan di ekowisata Hutan Meranti, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak hanya bertemu, bahkan kamu bisa berinteraksi langsung dengan burung eksotis Kalimantan dan aneka unggas lainnya di dalam kubah ukuran besar.Burung endemik Kalimantan yang terdapat di konservasi burung ini antara lain adalah burung Rangkong. Burung rangkong dikenal sebagai burung enggang. Dalam bahasa Inggris disebut juga dengan hornbill dikarenakan paruhnya memiliki cula layaknya tanduk sapi.Di Kalimantan, masyarakat Dayak menganggap burung rangkong dikeramatkan. Burung tersebut diyakini oleh Suku Dayak sebagai jelmaan dari panglima gunung yang sangat dihormati.Burung rangkong termasuk dalam spesies yang dilindungi. Terlebih, burung rangkong saat ini berada di ambang kepunahan. Maraknya perburuan liar, kerusakan hutan, alih fungsi hutan alami adalah faktor utama penyebab diambang punahnya hewan eksotis ini.Yang unik dari burung rangkong adalah, sekarang berperan dalam penyebaran benih pohon di hutan. Burung rangkong populasinya tersebar hampir di seluruh Pulau Kalimantan.Selain burung rangkong, terdapat juga burung beo di kawasan konservasi ini. Selayaknya burung rangkong, burung beo pun ternyata memiliki peran dalam penyebaran benih pohon dan tanaman di hutan.Burung bernama latin Gracula religiosa ini memiliki keistimewaan, sebab jika dilatih maka akan pandai menirukan ucapan manusia. Tidak heran burung ini banyak diburu untuk dijadikan hewan peliharaan.Namun tidak perlu khawatir, sebab burung rangkong dan beo di ekowisata Hutan Meranti sangat terlindungi dan terawat dengan baik. Secara rutin petugas akan menyediakan buah-buahan segar setiap harinya dan menjaga kondisi kandang tetap bersih.Di dalam kawasan konservasi terdapat skybridge, sehingga memudahkan pengunjung dalam berkeliling dan bisa berinteraksi langsung dengan aneka burung dan unggas yang ada.
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Barlow, J., Peres, C.A., 2004. Avifaunal responses to single and recurrent wildfires in Amazonian forests. Ecological Application 14, 1358-1373.
Barlow, J., Peres, C.A., Henriques, L.M.P., Stouffer, P.C., Wunderle, J.M., 2006. The responses of understorey birds to forest fragmentation, logging and wilfires: an Amazonian synthesis. Biological Conservation 128, 182-192.
Boer, C. 1994. Comparative study of bird’s species diversity in reference to the effect of logging operation, in Kalimantan Tropical Rain Forest. Proceeding of the International Symposium on Asian Tropical Forest Management, PUSREHUT-UNMUL and JICA.
Corlett, R. T., 2009. The Ecology of Tropical East Asia. Oxford University Press, New York.
Felton A, Wood J, Felton AM, Hennessey B,
Lindenmayer DB. 2008. Bird community responses to reduced-impact logging in a certified forestry in lowland Bolivia. Biological Conservation 141, 545-555.
Francis CM. 2005. Pocket Guide to the Birds of Borneo. The Sabah Society with WWF Malaysia, Kualalumpur.IUCN redlist (iucn/redlist.go.id) Conservastion Status of species. Accessed on October 2023
Kinnaird, M. F., Sanderson, E. W., O’Brien, T. G.,
Wibisono, H. T., & Woolmer, G., 2003. Deforestation trend in a tropical landscape and implication for endangered large mammals. Conservation Biology 17, 245-257.
Lindenmayer DB & Fischer J. 2006. Habitat Fragmentation and Landscape Change: An Ecological and Conservation Synthesis. Island Press, Washington, D.C.
MacKinnon, J. & Philips, K. 2010. A Field Guide to the Birds of Borneo, Sumatra, Java and Bali. Oxford University Press
MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H. dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan.Seri Ekologi Indonesia Buku III. Prenhallindo. Jakarta.
Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and It’s Measurement. Nem Jersey: Princetone University Press.
Mason, D., Thiollay, J., 2001. Tropical forestry and the conservation of Neotropical birds. In: Fimbel, R.A., Grajal, A., Robinson, J.G. (Ed.) The Cutting Edge: Conserving, Wildlife in Logged Tropical Forest.
Meijaard, E., Douglas Sheil, Robert Nasi, David Augeri, Barry Rosenbaum, Djoko Iskandar, Titiek Setyawati, Martjaan Lammertink, Ike Rachmatika, Anna Wong, Tony Soehartono, Scott Stanley, Tiene Gunawan dan Timothy O’Brien. 2006. Hutan Pasca Pemanenan: Melindungi Satwa Liar Dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan. CIFOR. Bogor, Indonesia
Phillips Q and Phillipps K 2009. Phillips field guide to the birds of Borneo, Sabah, Sarawak, Brunei and Kalimantan John Beaufoy Publishing Ltd
Rustam, Yasuda, M., & Tsuyuki, S. 2012. Comparison of mammalian communities in a human-disturbed tropical landscape in East Kalimantan, Indonesia. Mammal Study 37: 299-311
Soehartono T & Mardiastuti A, 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Coorporation Agency (JICA)
Thiollay, J.M., 1992. Influence of selective logging on bird species-diversity in a Guianian Rain-Forest. Conservation Biology 60, 47-63